Senin, 02 November 2015

HUKUM MENJUAL DAGING QURBAN


 
Bukan sekedar rahasia lagi bagi kita yang mengetahui tentang fenomena menjual daging qurban. Fenomena menjual daging qurban ini malah semakin marak setiap tahunnya. Bahkan tidak jarang para penerima qurban secara terang – terangan melakukan hal tersebut di depan masjid setelah antre mengambil jatah daging qurban miliknya. Mereka yang menjual jatah daging qurban miliknya tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya : mereka lebih membutuhkan uang dibanding daging qurban tersebut, selain itu pula dikarenakan banyaknya daging qurban yang diterimanya sehingga merasa kewalahan untuk mengolahnya. Permasalahan ini pun timbul di masyarakat karena kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat. Harga bahan pokok dan harga kebutuhan masayarakat yang semakin mahal ditambah pula dengan rupiah yang makin melemah semakin menyekik leher masyarakat Indonesia. Dikarenakan hal tersebut pula, sebagaian masyarakat lebih memilih menjual jatah daging qurban mereka agar dapat ditukarkan dengan uang yang dapat memenuhi kebutuhan lainnya yang lebih mereka perlukan dibanding dari jatah daging qurban tersebut. Dari permasalahan tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan yakni bagaimanakah hukum menjual daging qurban tersebut di dalam hukum islam?
Pada dasarnya, prinsip qurban adalah sedekah yang diperuntukkan bagi kaum dhuafa serta fakir miskin secara cuma – cuma. Oleh karena itu, pemanfaatannya juga tidak boleh keluar dari batas – batas itu termasuk di dalamnya menjual anggota qurban. Dalam kitab Al – Iqna’ Fi Hal Alfaz Abi Syuja’ karangan Asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Asy-Syarbiniy disebutkan bahwa : tidak diperkenankan menjual sesuatu dari hewan qurban berdasar pada sebuah hadits riwayat Hakim sebagaimana berikut ini:
من باع جلد أضحية فلا أضحية له (رواه الحاكم)
Artinya: “Barangsiapa menjual kulit qurbannya, maka tidak ada qurban baginya”. (HR. Hakim)
Ini berarti penyembelihan itu hanya menjadi sedekah biasa tanpa mendapatkan keutamaan besar dari qurban. Tapi boleh bagi yang berqurban untuk mengambil kulitnya untuk dimanfaatkan menjadi sandal, sepatu, tempat air dan sebagainya. Namun demikian, tetap saja tidak boleh dijual, bahkan dianjurkan menyedehakan karena lebih utama.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa menjual daging qurban bagi panitia qurban atau orang yang berqurban hukumnya tidak boleh. Hal tersebut disebabkan karena qurban itu mempunyai prinsip untuk disedekahkan bukan untuk dijual. Kemudian pula, bagi yang berqurban boleh hukumnya mengambil bagian anggota tertentu dari hewan qurbannya untuk dimanfaatkan menjadi sesuatu benda seperti kulitnya untuk menjadi bedug dan lain sebagainya. Namun demikian, benda tersebut juga tidak boleh dijual.
Lantas, bagaimana jika yang menjual daging qurban tersebut bukanlah orang yang berqurban melainkan orang yang menerima jatah qurban?
Daging qurban disyaratkan untuk dibagikan kepada fakir miskin dalam keadaan mentah atau tidak berupa masakan. Ketentuan ini mengandung maksud agar fakir miskin dapat secara bebas mentasharufkannya, apakah itu untuk dimasak sendiri ataukah untuk dijual karena pada dasarnya daging itu adalah hak mereka. Dengan demikian, boleh – boleh saja bagi penerima daging qurban untuk menjual jatah daging qurbannya.
Maka dari penjelasan ini terjawablah sudah. Di sini saya hanya mengambil satu referensi, jika teman – teman punya referensi yang lain, boleh dong bagi – bagi. Mudah – mudah kita dapat selalu mencari hikmah dan jawaban dari segala yang telah diciptakan Allah dan yang telah diperintahkan-Nya.. J

1 komentar:

  1. Lucky Club: The Wizard of Odds
    Lucky Club: The Wizard of luckyclub.live Odds, a book on Odds, Free Predictions for Today's The best way to get lucky is through online gambling sites.

    BalasHapus