Bukan sekedar rahasia
lagi bagi kita yang mengetahui tentang fenomena menjual daging qurban. Fenomena
menjual daging qurban ini malah semakin marak setiap tahunnya. Bahkan tidak
jarang para penerima qurban secara terang – terangan melakukan hal tersebut di
depan masjid setelah antre mengambil jatah daging qurban miliknya. Mereka yang
menjual jatah daging qurban miliknya tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa
faktor, diantaranya : mereka lebih membutuhkan uang dibanding daging qurban
tersebut, selain itu pula dikarenakan banyaknya daging qurban yang diterimanya
sehingga merasa kewalahan untuk mengolahnya. Permasalahan ini pun timbul di
masyarakat karena kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat. Harga
bahan pokok dan harga kebutuhan masayarakat yang semakin mahal ditambah pula
dengan rupiah yang makin melemah semakin menyekik leher masyarakat Indonesia.
Dikarenakan hal tersebut pula, sebagaian masyarakat lebih memilih menjual jatah
daging qurban mereka agar dapat ditukarkan dengan uang yang dapat memenuhi
kebutuhan lainnya yang lebih mereka perlukan dibanding dari jatah daging qurban
tersebut. Dari permasalahan tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan yakni
bagaimanakah hukum menjual daging qurban tersebut di dalam hukum islam?
Pada dasarnya, prinsip
qurban adalah sedekah yang diperuntukkan bagi kaum dhuafa serta fakir miskin
secara cuma – cuma. Oleh karena itu, pemanfaatannya juga tidak boleh keluar
dari batas – batas itu termasuk di dalamnya menjual anggota qurban. Dalam kitab
Al – Iqna’ Fi Hal Alfaz Abi Syuja’ karangan Asy-Syaikh Syamsuddin
Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Asy-Syarbiniy disebutkan bahwa : tidak
diperkenankan menjual sesuatu dari hewan qurban berdasar pada sebuah hadits
riwayat Hakim sebagaimana berikut ini:
من باع جلد أضحية
فلا أضحية له (رواه الحاكم)
Artinya: “Barangsiapa menjual kulit
qurbannya, maka tidak ada qurban baginya”. (HR. Hakim)
Ini berarti
penyembelihan itu hanya menjadi sedekah biasa tanpa mendapatkan keutamaan besar
dari qurban. Tapi boleh bagi yang berqurban untuk mengambil kulitnya untuk
dimanfaatkan menjadi sandal, sepatu, tempat air dan sebagainya. Namun demikian,
tetap saja tidak boleh dijual, bahkan dianjurkan menyedehakan karena lebih
utama.
Dari penjelasan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa menjual daging qurban bagi panitia qurban atau
orang yang berqurban hukumnya tidak boleh. Hal tersebut disebabkan karena
qurban itu mempunyai prinsip untuk disedekahkan bukan untuk dijual. Kemudian
pula, bagi yang berqurban boleh hukumnya mengambil bagian anggota tertentu dari
hewan qurbannya untuk dimanfaatkan menjadi sesuatu benda seperti kulitnya untuk
menjadi bedug dan lain sebagainya. Namun demikian, benda tersebut juga tidak
boleh dijual.
Lantas, bagaimana jika
yang menjual daging qurban tersebut bukanlah orang yang berqurban melainkan
orang yang menerima jatah qurban?
Daging qurban
disyaratkan untuk dibagikan kepada fakir miskin dalam keadaan mentah atau tidak
berupa masakan. Ketentuan ini mengandung maksud agar fakir miskin dapat secara
bebas mentasharufkannya, apakah itu untuk dimasak sendiri ataukah untuk
dijual karena pada dasarnya daging itu adalah hak mereka. Dengan demikian,
boleh – boleh saja bagi penerima daging qurban untuk menjual jatah daging
qurbannya.
Maka dari penjelasan
ini terjawablah sudah. Di sini saya hanya mengambil satu referensi, jika teman
– teman punya referensi yang lain, boleh dong bagi – bagi. Mudah – mudah kita
dapat selalu mencari hikmah dan jawaban dari segala yang telah diciptakan Allah
dan yang telah diperintahkan-Nya.. J
Lucky Club: The Wizard of Odds
BalasHapusLucky Club: The Wizard of luckyclub.live Odds, a book on Odds, Free Predictions for Today's The best way to get lucky is through online gambling sites.