Sekitar berapa bulan yang
lalu, salah satu sinetron baru ditayangkan di SCTV dengan judul “Gue Juga
Islam” yang ditayangkan pukul 17.00 WIB setiap harinya. Mungkin sudah banyak
yang melihatnya. Saya sempet penasaran dengan alur cerita sinetron tersebut,
sebab judulnya sangat ambigu menurut saya, bukan karena saya yang gemar melihat
sinetron ya.
Salah satu adegan yang saya
amati yakni ketika Aksan (yang diperankan oleh Niki Tirta) sebagai seseorang
yang baru mengenal Islam akan belajar tentang Islam lebih dalam kepada Bang Ali
(yang diperankan oleh Idrus Madani). Aksan diajak Bang Ali untuk ikut sholat
berjama’ah, namun sebelum itu Aksan harus mengambil wudhu terlebih dahulu.
Setelah Aksan selesai mengambil wudhu, Aksan pun memasuki mesjid. Ternyata di
dalam mesjid, Bang Ali sudah menunggunya. Bang Ali pun bertanya : “Uda siap
loe wudhu, san?”. Aksan pun menjawab : “Uda bang, tapi tadi abis wudhu,
kelepasan bang (buang angin)”. Bang Ali pun tertawa dengan ciri khas
tawanya itu kemudian menyuruh Aksan wudhu lagi. Namun Aksan malah kebingungan
dan berujar, “Kan yang “kentut” itu “pantat” bang! Kenapa harus wudhu lagi?
Kan wudhu itu gak membasuh “pantat”?”. Bang Ali kembali tertawa dan
kemudian menjawab, “kalo loe “kentut” di depan banyak orang, yang malu muka
loe atau “pantat” loe?”. Aksan pun menjawab sambil tertawa malu, “muka
bang”. Setelah mengerti maksud Bang Ali, Aksan pun wudhu kembali.
Menarik bukan alur
ceritanya. Pernah tidak kita memikirkan hal tersebut atau pernah tidak kita
menanyakkan hal tersebut atau bahkan pernah tidak kita mencari jawaban dari hal
tersebut. Jawab sendiri di hati masing – masing saja ya. Banyak hal sepele yang
sering kita lakukan, tetapi kita tak mau mencari tahu jawaban dan maksud di
balik hal tersebut. Mungkin ada yang bilang itu kurang kerjaan atau tidak
terlalu penting. Tetapi pernahkah kita ketahui bahwa Allah tidak pernah
menciptakan sesuatu dengan sia – sia. Oleh sebab itu, segala hal yang
diciptakan oleh Allah pasti punya maksud dan tujuannya. Hanya saja, kita
sebagai manusia yang menjadi satu – satunya makhluk yang diberikan akal pikiran
tidak mau untuk mencari tahunya. Padahal banyak hikmah yang Allah titipkan melalui
semua ciptaan-Nya di alam ini.
Back to title, yuk. “Buang
angin itu kan dari bokong, kenapa yang harus dibasuh itu bukan bokong?”.
Mengulik dari hal tersebut, ternyata banyak kisah yang bisa menjawabnya. Salah
satunya cerita berikut ini: ada seorang dusun (orang kampung) yang datang ke
kota untuk mengobati bisulnya yang tumbuh di leher. Menurut kata orang - orang
dikampungnya hanya dokterlah yang dapat mengobati penyakitnya. Lalu ia pun
berkonsultasi kepada seorang dokter. Setelah mengadakan diagnosa seperlunya
atas penyakit itu, lalu dokter menyuruh orang tersebut untuk membuka celananya
agar diberi suntikan di pinggulnya. Orang dusun itu pun mulai ragu, dia
berpikir bisul yang ada di leher kok pinggulnya yang disuntik. Setelah beberapa
hari bisul tersebut juga tidak kunjung sembuh. Ia makin menyakini bahwa dokter
tersebut bodoh. Nah, dari penggalan kisah tersebut, apa yang ada dipikiran
kita? Siapakah yang salah dalam hal ini? Orang dusun tersebutkah? Ataukah
dokternya? J
Jawaban Bang Ali pada
adegan di sinetron tersebut terkesan seperti lelucon, tetapi padahal jawabannya
adalah sebuah jawaban yang benar. Ketika kita buang angin di hadapan banyak
orang, apalagi dengan suara yang keras, sudah tentu kita akan menjadi malu
bukan. Tetapi bagian manakah yang akan terlihat malu? Wajahkah atau bokong? Dan
jawaban Aksan tersebut sangat benar juga, sebab pasti wajah kita yang akan
terlihat malu bahkan bisa jadi wajah tersebut akan berwarna merah padam atau
bahkan kita akan langsung kabur menjauhi keramaian tersebut.
Berbicara masalah buang
angin, bisa dikaitkan dengan masalah fiqh dong terutama pada masalah thoharoh
dan berwudhu’. Ayuk kita bahas masalah fiqhnya. Di sini saya akan mengutip
referensi dari salah satu kitab fiqh yakni Kitab Hasyiyah Syaikh Ibrohim al Bajuri
‘Ala fathul Qorib bil Mujib Juz I halaman 50, yakni sebagai berikut:
و
اعلم أنهم قسموا الطهارة إلى عينية و حكمية : فالعينية هى التى لم تجاوز محل حلول
موجبها كطهارة النجاسة, فإنها لا تتجاوز أى لا تتعدى المحل الذى حل فيه موجبها وهو
النجاسة, إذ لا يجب غسل غير محلها. و الحكمية هى التى جاوزت محل حلول موجبها
كاوضوء, فإنه تجاوز أى تعدى المحل الذى حل فيه موجبها وهو خروخ شىء من أحد
السبيلين مثلا, إذ لم يقتصر على غسل ذلك المحل بل وجب غسل الأعضاء المعروفة.
Terjemahannya yakni
berikut ini: “Dan ketahuilah bahwasanya mereka (ulama’ Fuqoha) membagi thoharoh
(bersih atau suci) itu kepada Thoharoh ‘Ainiyyah dan Thoharoh Hukmiyyah: maka
yang ‘Ainiyyah itu yaitu yang tidak melampaui ia akan tempat terjadinya yang
menyebabkannya itu seperti menyucikan atau membersihkan najis. Maka
sesungguhnya makna “tidak melampaui” itu berarti tidak melewati tempat
berdiamnya sesuatu tersebut pada yang menyebabkan hal tersebut (hadirnya atau
datangnya hal tersebut) dan yaitulah najis, karena tidak wajib membasuh selain tempatnya.
Dan yang Hukmiyyah itu yaitu yang melampaui tempat terjadinya yang
menyebabkannya itu seperti wudhu’, maka sesungguhnya makna “melampaui” itu
berarti melewati tempat berdiamnya atau terjadinya sesuatu/hal tersebut pada
yang menyebabkan hal tersebut (hadirnya atau datangnya hal tersebut) dan
yaitulah keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan umpamanya (dubur dan
qubul), karena tidak terbatas atas membasuh tempat tersebut bahkan wajib
membasuh anggota – anggota tertentu”.
Nah, dari penjelasan di
atas maka dapat diketahui dan difahami bahwa thoharoh itu terbagi dalam dua
kelompok yakni kelompok thoharoh ‘ainiyyah dan thoharoh hukmiyyah. Thoharoh
‘ainiyyah adalah yang tidak melampaui penyuciannya dari tempat sebabnya seperti
mencuci najis. Jika kita mencuci najis maka tidak lebih dari batas tempat
dimana najis itu berada saja. Artinya yang disucikan itu adalah bagian benda
yang terkena najis saja. Sedangkan thoharoh hukmiyyah itu adalah yang melampaui
penyuciannya dari tempat sebabnya seperti halnya buang angin, menyentuh
kemaluan, menyentuh bukan mahrom, dan sebagainya. Jika hal tersebut terjadi,
maka thoharohnya atau cara menyucikannya adalah wajah, tangan, menyapu kepala
dan membasuh kaki (berwudhu’). Artinya yang disucikan itu adalah hukumnya bukan
bendanya.
Maka dari penjelasan ini
terjawablah sudah. Di sini saya hanya mengambil satu referensi, jika teman –
teman punya referensi yang lain, boleh dong bagi – bagi. Mudah – mudah kita
dapat selalu mencari hikmah dan jawaban dari segala yang telah diciptakan Allah
dan yang telah diperintahkan-Nya. Belajarlah dari hal yang sepele karena bisa
jadi hal yang sepele itu malah menjadi hal yang sangat luar biasa. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar